Di tahun 2011 saja, premi bruto yang berhasil dicetak
oleh asuransi syariah sebesar Rp. 4,97 triliun. Hampir sepuluh kali
lipat dari premi yang dibukukan di tahun 2006. Oleh karena itu,
Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan
industri asuransi syariah tercepat.
“Kita
melihat, asuransi khususnya yang menerapkan sistem syariah merupakan
salah satu jasa keuangan yang kini kian berkembang pesat. Namun
sayangnya belum mendapat perhatian yang luas,” ungkap M.B. Hendrie
Anto, SE, M.Sc, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam Universitas Islam Indonesia (P3EI UII) di sela pembukaan seminar
dan workshop Sharia Insurance Goes to Campus dengan tema “Kupas Tuntas
Dunia Asuransi Syariah” Kamis (23/5) di Auditorium Kahar Mudzakkir,
kampus terpadu UII. Turut hadir dalam seminar, Ketua Masyarakat Ekonomi
Syariah Yogyakarta yang juga peneliti senior di P3EI UII, Priyonggo
Suseno, SE, M.Sc.
Meskipun demikian, pemahaman
masyarakat Indonesia tentang asuransi syariah dinilai masih kurang.
Salah satu indikatornya adalah masih kecilnya market share dari
asuransi syariah dibanding asuransi konvensional.
Seperti
disampaikan Bayu Widdhisiadji, SE, MM., AAAIK, AIIS, Direktur Utama
PT. Asuransi Takaful Umum yang hadir sebagai salah satu pembicara
seminar. “Perkembangannya memang pesat, namun hingga tahun 2012 market
share asuransi syariah di Indonesia belum menembus angka 5 persen”
jelasnya.
Bayu menekankan perlunya upaya
sosialisasi kepada masyarakat luas tentang keunggulan asuransi syariah.
“Sosialisasi kepada masyarakat sangat penting untuk meningkatkan
penetrasi pasar kita ke depan,” tambah alumnus Fakultas Ekonomi UII
ini.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi UII,
Prof. Dr. Hadri Kusuma, MBA mengatakan ada tantangan yang harus
dihadapi oleh asuransi syariah di masa depan. “Lembaga tersebut harus
bisa meyakinkan bahwa mereka benar-benar menawarkan produk keuangan
berbasis syariah bukan sekedar kemasannya saja”, jelas Prof. Hadri. Ia
juga berpesan agar lembaga asuransi syariah segera berbenah menghadapi
perubahan dalam sistem pengaturan dan pengawasan transaksi jasa
keuangan yang sekarang berada di bawah wewenang OJK (Otoritas Jasa
Keuangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar